Penegakan Hukum (law enforcement)
dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta
melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum
yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui
prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative
desputes or conflicts resolution). Bahkan, dalam pengertian yang lebih
luas lagi, kegiatan penegakan hukum mencakup pula segala aktifitas yang dimaksudkan
agar hukum sebagai perangkat kaedah normatif yang mengatur dan mengikat para
subjek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar
ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam arti
sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap
pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya
–yang lebih sempit lagi— melalui proses peradilan pidana yang melibatkan
peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan
peradilan.
Karena itu, dalam arti sempit,
aktor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol dalam proses penegakan hukum
itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim. Para penegak hukum ini dapat
dilihat pertama-tama sebagai orang atau unsur manusia dengan kualitas,
kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam pengertian demikian persoalan
penegakan hukum tergantung aktor, pelaku, pejabat atau aparat penegak hukum
itu sendiri. Kedua, penegak hukum dapat pula dilihat sebagai institusi,
badan atau organisasi dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri. Dalam
kaitan itu kita melihat penegakan hukum dari kacamata kelembagaan yang pada
kenyataannya, belum terinstitusionalisasikan secara rasional dan impersonal
(institutionalized). Namun, kedua perspektif tersebut perlu dipahami
secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya satu sama lain serta
keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen yang terkait dengan hukum itu
sendiri sebagai suatu sistem yang rasional.
Profesi hukum perlu ditata kembali
dan ditingkatkan mutu dan kesejahteraannya. Para profesional hukum itu antara lain meliputi (i)
legislator (politisi),
(ii) perancang hukum (legal drafter), (iii) konsultan hukum, (iv)
advokat, (v) notaris, (vi) pejabat pembuat akta tanah, (vii) polisi, (viii)
jaksa, (ix) panitera, (x) hakim, dan (xi) arbiter atau wasit. Untuk
meningkatkan kualitas profesionalisme masing-masing profesi tersebut,
diperlukan sistem sertifikasi nasional dan standarisasi, termasuk berkenaan
dengan sistem kesejahteraannya. Di samping itu juga diperlukan program pendidikan
dan pelatihan terpadu yang dapat terus menerus membina sikap mental,
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan profesional aparat hukum tersebut.
Agenda pengembangan kualitas
profesional di kalangan profesi hukum ini perlu dipisahkan dari program pembinaan
pegawai administrasi di lingkungan lembaga-lembaga hukum tersebut, seperti di
pengadilan ataupun di lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian, orientasi
peningkatan mutu aparat hukum ini dapat benar-benar dikembangkan secara terarah
dan berkesinambungan. Di samping itu, pembinaan kualitas profesional aparat
hukum ini dapat pula dilakukan melalui peningkatan keberdayaan organisasi
profesinya masing-masing, seperti Ikatan Hakim Indonesia, Ikatan Notaris
Indonesia, dan sebagainya. Dengan demikian, kualitas hakim dapat ditingkatkan
melalui peranan Mahkamah Agung di satu pihak dan melalui peranan Ikatan Hakim
Indonesia di lain pihak.
Di samping itu, agenda penegakan
hukum juga memerlukan kepemimpinan dalam semua tingkatan yang memenuhi dua syarat.
Pertama, kepemimpinan diharapkan dapat menjadi penggerak yang efektif
untuk tindakan-tindakan penegakan hukum yang pasti; Kedua, kepemimpinan
tersebut diharapkan dapat menjadi teladan bagi lingkungan yang dipimpinnya
masing-masing mengenai integritas kepribadian orang yang taat aturan.
Salah satu aspek penting dalam rangka
penegakan hukum adalah proses pembudayaan, pemasyarakatan, dan pendidikan hukum
(law socialization and law education). Tanpa didukung oleh kesadaran,
pengetahuan dan pemahaman oleh para subjek hukum dalam masyarakat, nonsens
suatu norma hukum dapat diharapkan tegak dan ditaati. Karena itu, agenda pembudayaan,
pemasyarakatan dan pendidikan hukum ini perlu dikembangkan tersendiri dalam
rangka perwujudan ide negara hukum di masa depan. Beberapa faktor yang
terkait dengan soal ini adalah (a) pembangunan dan pengelolaan sistem dan
infra struktur informasi hukum yang berbasis teknologi informasi (information
technology); (b) peningkatan Upaya Publikasi, Komunikasi dan Sosialisasi
Hukum; (c) pengembangan pendidikan dan pelatihan hukum; dan (d) pemasyarakatan
citra dan keteladanan-keteladanan di bidang hukum.
0 comments:
Post a Comment