Pada hakekatnya tugas pokok Polri adalah menegakkan hukum,
membina keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta pelayanan dan
pengayom masyarakat. Secara sektoral tugas pelayanan Polri kepada masyarakat
dapat dikelompokkan ke dalam struktur fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi
Intelpam
a.
Upaya pengamanan masyarakat terhadap segala
bentuk ancaman untuk menghilangkan
kerawanan-kerawanan Kamtibmas
b.
Upaya pengamanan, pengawasan, perlindungan, dan
penindakan terhadap orang asing
c.
Penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran
ketentuan perundang-undangan tentang orang asing
d.
Pengamanan dan pengawasan perizinan senjata api,
amunisi dan bahan peledak serta alat/bahan berbahaya lainnya
e.
Penyelidikan terhadap penyimpan/penimbunan,
penggunaan, pemindahan tangan senjata api, amunisi dan bahan peledak serta
alat/bahan berbahaya lainnya termasuk radio aktif yang bukan organik ABRI
f.
Upaya pengamanan atau pengawasan kegiatan
masyarakat.
2.
Fungsi Serse
a.
Menerima laporan/pengaduan
b.
Mendatangi TKP
c.
Melakukan penindakan.
3.
Fungsi Samapta
a.
Menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas
penjagaan, pengawalan, patroli dan tindakan pertama ditempat kejadian (TPTKP)
b.
Memberikan pertolongan dalam rangka SAR.
4.
Fungsi Lantas
a.
Surat Izin Mengemudi
b.
Surat Tanda Kendaraan bermotor
c.
Buku Pemilik kendaraan Bermotor
d.
Menyelenggarakan pengawalan
e.
Menangani laka lintas
f.
Menyelenggarakan peraturan lalu lintas.
5.
Fungsi Bimmas
a. Membimbing, mendorong, mengarahkan dan
menggerakkan, masyarakat guna terwujudnya daya tangkal dan daya cegah
b. Tumbuhnya daya perlawanan masyarakat terhadap
kriminalitas serta terwujudnya ketaatan serta kesadaran hukum masyarakat
c. Pembinaan potensi masyarakat untuk memelihara
dan menciptakan situasi dan kondisi masyarakat yang menguntungkan bagi pelaksanaan
tugas kepolisian serta mencegah timbul faktor kriminogen
d.
Pembinaan keamanan swakarsa
e.
Menyelenggarakan dan memberikan bimbingan dan
penyuluhan
f.
Pembinaan dan bimbingan terhadap remaja dan
anak-anak, kenakalan remaja.
6.
Fungsi Pembinaan Personnel Fungsi
ini dimasukkan ke dalam tugas-tugas pelayanan masyarakat mengingat dalam
kenyataan sehari-harinya juga melayani para Purnawirawan,warakauri dan sebagian
kelompok pemuda dalam rangka :
·
Penerimaan dan seleksi personel baru
·
Administrasi pengakhiran dinas termasuk
pembinaan administrasi purnawirawan/warakauri dan yatim piatu keluarga besar
Polri.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, kepada
masing-masing anggota polisi diberi wewenang. Wewenang kepolisian diatur dalam
pasal 15 Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 :
a.
Menerima laporan dan pengadaan.
b.
Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
c.
Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta
memotret seseorang.
d.
Mencari keterangan dan barang bukti.
e.
Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.
f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat
yang dapat menganggu
ketertiban umum.
g.
Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit
masyarakat.
h. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan
perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
i. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
pelaksanaan putusan pengadilan kegiatan instansi lain, serta kegiatan
masyarakat.
j. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari
tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
k.
Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara
waktu.
l. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang
diperlukan dalam rangka pelayanan.
m. Mengeluarkan
peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif Kepolisian yang
mengikat warga masyarakat.
Konsep Diskresi Kepolisian
Konsep mengenai diskresi Kepolisian terdapat dalam pasal 18
Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002, yang berbunyi :
1. Untuk kepentingan umum, pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Rumusan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ini merupakan
kewenangan yang bersumber dari asas kewajiban umum Kepolisian (plichtmatigheids
beginsel) taitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian
untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka
kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
Secara umum, kewenangan ini dikenal sebagai “diskresi
kepolisian” yang keabsahannya didasarkan pada pertimbangan keperluannya untuk
tugas kewajiban (PFLICHTMASSIGES ERMESSEN). Substansi Pasal 18 ayat (1)
Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 merupakan konsep kewenangan
kepolisian yang baru diperkenalkan walaupun dalam kenyataan sehari-hari selalu
digunakan. Oleh karena itu, pemahaman tentang “diskresi kepolisian” dalam pasal
18 ayat (1) harus dikaitkan juga dengan konsekuensi pembinaan profesi yang
diatur dalam pasal 1, 32, dan 33 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 sehingga
terlihat adanya jaminan bahwa petugas Kepolisisan Negara Republik Indonesia
akan mampu mengambil tindakan secara tepat dan professional berdasarkan
penilaiannya sendiri dalam rangka pelaksanaan tugasnya.Rumusan dalam pasal 18
ayat (2) merupakan rambu-rambu bagi pelaksanaan “diskresi” sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yaitu selain asas keperluan, tindakan diskresi tetap harus sesuai
dan memperhatikan peraturan perundang undangan serta kode etik profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada awal tahun 1985 kita hanya mengenal istilah “Kode Etik
Polri” , Kode Etik Polri ini ditetapkan oleh Kapolri dengan Surat Keputusan
Kapolri No. Pol. : Skep/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985 yang selanjutnya
naskah dimaksud terkenal dengan “Naskah Ikrar Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia beserta pedoman pengamalannya” , yang biasa di ucapkan
/diikrarkan sesaat menjelang akhir suatu pendidikan. Dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 dimana pada pasal 23 mempersyaratkan adanya
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka pada tanggal 7
Maret 2001 diterbitkan buku Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/05/III/2001, serta Kep.
Kapolri No.Pol : KEP/04/III/2001 tentang Buku Petunjuk Administrasi Komisi Kode
Etik Polri. Adapun landasan dari Kode Etik Profesi Polri ini adalah UU.
Kepolisian No. 28/ 1997.
Seiring dengan dikeluarkannya UU Kepolisian yang baru yaitu
UU No. 2 tahun 2002, terdapat pula beberapa perubahan terhadap Kode Etik
Profesi Polri. Pada UU.No.2/2002, yaitu pada bab V (pasal 31s/d 35) mengatur
secara khusus mengenai “Pembinaan Profesi” (Polri). Salah satu upaya dalam
rangka pembinaan Profesi Polri adalah melalui Pembinaan Etika Profesi, yaitu
seperti pada pasal 32 (1) UU. No 2/2002 , yang berbunyi :
“Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia
diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi…..”.
Selanjutnya etika profesi ini kemudian diwujudkan pada apa
yang disebut dengan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia,
seperti yang diatur pada pasal 34 dan 35 UU. No. 2/2002 :
·
Pasal 34 :
1)
Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2)
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
lingkungannya.(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia
diatur dengan Keputusan Kapolri.
·
Pasal 35:
1)
Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia
diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2)
Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia
diatur dengan Keputusan Kapolri.” Ketentuan yang berkaitan dengan Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan amanat
Undang-undang No.2/2002 pasal 34 & 35 kemudian di wujudkan melalui Kep.
Kapolri No.Pol. : KEP/01/ VII/2003, tentang Naskah Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Kode etik ini adalah merupakan pedoman perilaku dan moral
bagi anggota polri bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai
upaya pemuliaan terhadap profesi kepolisian, yang berfungsi sebagai pembimbing
pengabdian, sekaligus menjadi pengawas hati nurani setiap anggota agar
terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.Kode etik profesi
Kepolisian adalah merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri
Brata dan Catur Prasetya bersifat Normatif Praktis sehingga dapat digunakan
untuk menilai kepatuhan dan kelayakan tindakan dari segi persyaratan teknis
profesi .
Etika profesi Kepolisian memuat 3 (tiga) substansi etika
yaitu Etika Pengabdian, Kelembagaan dan Kenegaraan, yang pengertiannya adalah
:Etika pengabdian; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Etika Pengabdian pada Kode Etik Profesi Kepolisian di jabarkan dalam pasal 1
s/d 7.
1. Etika
kelembagaan; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian dan patut
dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan
segala martabat dan kehormatannya. Etika Kelemagaan dijabarkan pada pasal 8 s/d
12
2. Etika
kenegaraan; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak
terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Etika Kenegaraan ini dijabarkan pada
pasal 13 s/d 16.
Kode etik Profesi Kepolisian (KEP. Kapolri No. : KEP/01/VII/
2003) yang baru ini lebih operasional dibanding dengan Kode Etik Profesi
sebelumnya (Kep Kapolri No. : Kep/04/III/2001 dan Kep/05/III/2001) , hal ini
dikarenakan pada Kode Etik Profesi Kepolisian yang baru masing-masing bentuk
etika (Pengabdian, Kelembagaan dan Kenegaraan) diatur perilaku-perilaku yang
Etis dan yang tidak Etis lebih rinci, sehingga ada batasan jelas yang
dibakukan, selain itu juga diatur pula bentuk sanksinya dan cara penegakannya.
Langkah
apa saja yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian menuju tercapainya
PROFESIONALISME ?
Untuk mewujudkan tugas pokok tersebut tentunya perlu dukungan
dari masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan
ketertiban serta penegakan hukum adalah sangat penting. Partisipasi itu bisa
terwujud apabila masyarakat merasa memiliki dan mencintai Polri. Hal itu bisa
terwujud jika Polri dapat merebut hati masyarakat, dekat dengan masyarakat
dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Harapan Masyarakat terhadap Kinerja Polri Harapan
masyarakat sudah banyak disebutkan pada perbincangan sebelumnya, yang pada
intinya masyarakat ingin agar Polri dapat mewujudkan tugas pokoknya dengan
baik, yang dilandasi oleh moralitas, profesionalisme sebagai polisi sipil, dan
memiliki kedekatan dengan rakyat yang positif. Harapan itu sebenarnya tidak
berlebihan. Untuk itu, setiap anggota Polri juga harus memperhatikan beberapa
hal, yaitu:
1.
Mengenal diri, artinya tahu dan paham, dan menghayati benar siapa dirinya
(sebagai anggota polisi sipil), paham dan menghayati tugasnya dan bagaiman
melakukan tugas dengan baik, serta memahami apa yang menjadi keharusan dan
larangannya.
2.
Integritas pribadi, artinya bersikap jujur, adil, dan amanah dalam melakukan
tugas.
3.
Pengendalian diri, yang berarti dapat menunda gratifikasi dan bertindak secara
proporsional serta tidak emosional.
4.
Komitmen dan konsistensi, artinya memiliki tekad yang kuat untuk menjadi polisi
yang baik sebagai pelindung, pengayom,dan pelayan masyarakat.
5.
Kepercayaan diri, artinya dalam melaksanakan tugas tidak bersikap ragu-ragu,
tegas tetapi tetap terukur dan tetap sopan santun.
6.
Fleksibel, berarti tidak bersifat kaku dalam bertindak.
Seorang Programmer
Dalam setiap profesi kita butuh memiliki sikap
profesionalisme, apaun itu bidangnya yang sedang anda lakukan. Kita juga perlu
mengetahui kode etik professional yang harus dimiliki oleh seorang IT. Dan
berikut adalah ciri-ciri profesionalisme yang dibutuhkan seorang IT:
·
Memiliki pengetahuan yang tinggi di bidang TI
·
Memiliki ketrampilan yang tinggi di bidang TI
· Memiliki pengetahuan yang luas tentang manusia
dan masyarakat, budaya, seni, sejarah dan komunikasi
·
Tanggap tehadap masalah client, paham terhadap
isu-isu etis serta tata nilai kilen-nya
·
Mampu melakukan pendekatan multidispliner
·
Mampu bekerja sama (Team Work)
·
Bekerja dibawah disiplin etika
· Mampu mengambil keputusan didasarkan kepada kode
etik, bila dihadapkan pada situasi dimana pengambilan keputusan berakibat luas
terhadap masyarakat
Kode Etika Profesional
Pengertian kode etik profesi
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para
pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika
profesi. Kode etik merupakan sekumpulan prinsip
yang harus diikuti sebagai petunjuk bagi karyawan perusahaan atau anggota
profesi. Beragamnya penerapan teknologi informasi dan meningkatnya penggunaan
teknologi telah menimbulkan berbagai variasi isu etika.
Setujunya, setiap bidang profesi memiliki
aturan-aturan/hukum-hukum yang mengatur bagaimana seorang profesional berfikir
dan bertindak. Seseorang yang melanggar Kode Etik dikenakan sanksi. Sanksi yang
dikenakan adalah mulai dari yang paling ringan, yaitu sekedar mendapat sebutan
“tidak profesional” sampai pada pencabutan ijin praktek, bahkan hukuman pidana
pun bisa terjadi.
Sebagai salah satu bidang profesi, Information Technology
(IT) bukan pengecualian, diperlukan aturan-aturan tersebut yang mengatur
bagaimana para IT profesional ini melakukan kegiatannya. Sejauh yang pernah
saya baca, belum ada Kode Etik khusus yang ditujukan kepada IT Profesional di
Indonesia. Memang sudah ada beberapa kegiatan yang mengarah ke terbentuknya
Kode Etik ini. Dalam postingan kali ini, saya ingin mengenalkan Kode Etik yang
dibuat oleh IEEE Computer Society dan ACM yang ditujukan khusus kepada Software
Engineer sebagai salah satu bidang yang perannya makin meningkat di IT.
Ada
lima aktor yang perlu diperhatikan:
1.
Publik
2.
Client
3.
Perusahaan
4.
Rekan Kerja
5.
Diri Sendiri
Karyawan IT di client mestinya juga mengadopsi Kode Etik
tersebut, sehingga bisa terjalin hubungan profesional antara konsultan dengan
client. Bertindak fair terhadap kolega juga berlaku bagi karyawan IT di
organisasi client dalam memperlakukan vendornya. Apabila dua perusahaan telah
sepakat untuk bekerja sama membangun suatu software, maka para profesional IT
di kedua perusahaan tersebut harus dapat bekerja sama dengan fair sebagai
sesama profesional IT . Beberapa perlakuan yang tidak fair terhadap kolega,
antara lain:
· Dalam ruang lingkup TI, sebagai seorang
profesional kita mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan etika profesi
teknologi informasi yang memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma
dalam kaitannya dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan
klien, antara para professional sendiri, dan antara organisasi profesi serta
organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang
professional dengan klien (pengguna jasa) misalnya dalam pembuatan sebuah
program aplikasi.
· Dalam pembuatan program, seorang profesional
tidak dapat membuat program sesuai kehendaknya, tapi ada beberapa
hal/etika/aturan yang harus diperhatikan dari mulai awal pembuatan program
sampai program tersebut selesai. Dia harus bisa mempertimbangkan dan
memperhatikan untuk apa program tersebut dibuat sesuai kebutuhan kliennya.
·
Seorang profesional harus mampu berfikir
bagaimana menerapkan dan membuat keamanan (security) pada sistem kerja
program aplikasi yang dibuatnya agar terproteksi dari pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab yang dapat mengacaukan sistem seperti : hacker, cracker, dan
sebagainya.
Pada postingan kali ini akan membahas mengenai Ciri-ciri
profesionalisme di bidang IT dan kode etik profesional yang seperti apa yang
harus dipunyai oleh seorang IT.
Etika merupakan suatu cabang filosofi yang berkaitan dengan
apa saja yang dipertimbangkan baik dan salah. Ada beberapa definisi mengenai
etika antara lain :
·
Kode moral dari suatu profesi tertentu
·
Standar penyelenggaraan suatu profesi tertentu
·
Persetujuan diantara manusia untuk melakukan
yang benar dan menghindari yang salah.
Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :
1.
Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik
profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan
dan tidak boleh dilakukan.
2.
Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi
yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu
pengetahuan kepada masyarakat agar juga dpat memahami arti pentingnya suatu
profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan
kerja (kalangan social).
3.
Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat
dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan
yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau
perusahaan.
Teknologi Informasi ( IT ) merupakan teknologi yaag selalu berkembang baik
secara revolusioner ( seperti misalnya perkembangan dunia perangkat keras )
maupun yang lebih bersifat evolusioner ( seperti yang terjadi pada perkembangan
perangkat lunak).
Hal itu mengakibatkan bahwa pekerjaan di bidang Teknologi
Informasi menjadi suatu pekerjaan di mana pelakunya harus terus mengembangkan
ilmu yang dimilikinya untuk mengikuti perkembangan Teknologi Informasi
tersebut. Artinya, seseorang yang sudah sampai pada level “ahli” di satu bidang
pada saat ini, bisa ketinggalan pada bidang yang sama di masa depan jika tidak
mengikuti perkembangan yang ada.
1.
Peningkatan Profesionalisme
Syarat
profesionalisme yang harus dimiliki pekerja IT :
1) Dasar
ilmu yang kuat dalam bidangnya sebagai bagian dari masyarakat teknologi dan
masyarakat ilmu pengetahuan abad 21.
2) Penguasaan
kiat-kiat profesi yang dilakukan berdasarkan riset dan praktis, bukan hanya
merupakan teori atau konsep.
3) Pengembangan
kemampuan profesional berkesinambungan.
Penyebab
rendahnya profesionalisme pekerja IT :
1) Masih
banyak pekerja IT yang tidak menekuni profesinya secara total.
2) Belum
adanya konsep yang jelas dan terdefinisi tentang norma dan etika profesi
pekerja dibidang IT.
3) Masih
belum ada organisasi profesional yang menangani para profesional dibidang IT.
2. Mempesiapkan SDM
Contoh program
pendidikan Indonesia yang berkaitan dengan Teknologi Informasi :
1)
Program Sekolah 2000
2)
Program SMK Teknologi Informasi
3)
Program Diploma Teknologi Informasi
4)
Program Pendidikan Sarjana Teknologi Informasi
3. Menjadi Profesional dengan sertifikasi
Alasan
pentingnya sertifikasi profesionalisme dibidang IT :
1) Bahwa untuk menuju pada level yang diharapkan,
pekerjaan di bidang TI membutuhkan expertise.
2) Bahwa profesi dibidang TI, dapat dikatakan merupakan
profesi menjual jasa dan bisnis jasa bersifat kepercayaan.
4. Manfaat adanya sertifikasi
profesionalisme :
1) Ikut
berperan dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih professional
2) Pengakuan
resmi pemerintah tentang tingkat keahlian individu terhadap sebuah profesi
3) Pengakuan
dari organisasi profesi sejenis, baik tingkat regional maupun internasional
4) Membuka
akses lapangan pekerjaan secara nasional, regional maupun internasional
5) Memperoleh
peningkatan karier dan pendapatan sesuai perimbangan dengan pedoman skala yang
diberlakukan