Konsep hak cipta dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg,
proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan
tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya.
Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang,
yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit
untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne
di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit.
Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak
tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan
tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si
pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa
berlaku copyright tersebut selesai.
Undang-undang Hak Cipta baru yang disahkan DPR RI pada 16 September
2014 memastikan para pencipta karya intelektual menikmati hak ekonomi
yang lebih lama dengan memperpanjang jangka waktu perlindungan karya.
"Undang-undang baru ini disusun dan disesuaikan dengan perlindungan
hukum yang diberikan kepada pencipta karya seperti di negara lain," kata
Kepala Seksi Pertimbangan Hukum dan Litigasi Hak Cipta, Desain
Industri, dan Rahasia Dagang Dirjen Hak Kekayaan Intelektual.
Sebelumnya dalam UU No 19 tahun 2002 tentang hak cipta disebutkan
perlindungan atas hak cipta adalah seumur hidup ditambah 50 tahun namun
dalam UU Hak Cipta terbaru menjadi seumur hidup pencipta ditambah 70
tahun.
"Jadi lebih lama 20 tahun, bahkan di Meksiko mencapai 100 tahun setelah pencipta meninggal.
Alasan diperpanjangnya jangka waktu tersebut adalah untuk menghormati
dan melindungi pencipta sehingga memiliki waktu lebih lama untuk
menikmati hak ekonominya.
Dalam Undang-undang Hak Cipta terbaru itu juga disebutkan secara
detail bahwa pencipta program komputer memiliki jangka waktu
perlindungan hak cipta selama 50 tahun sejak pertama kali
dipublikasikan.
Pelaku seni akan memiliki jangka waktu perlindungan hak cipta selama 50 tahun sejak pertama kali karyanya dipertunjukkan.
Produser rekaman memiliki perlindungan selama 50 tahun sejak pertama
kali produknya diperbanyak dan lembaga penyiaran memiliki jangka waktu
perlindungan selama 20 tahun sejak karyanya pertama kali disiarkan.
Agung menambahkan Undang-undang Hak Cipta baru tersebut disusun untuk
melindungi hak ekonomi dan moral para pencipta secara lebih detail.
0 comments:
Post a Comment