Thursday 22 January 2015

PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2003
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Mengingat:
1.              Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.              Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.              Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.              Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.              Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4.              Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin.
5.              Tindakan disiplin adalah serangkaian teguran lisan dan/atau tindakan fisik yang bersifat membina, yang dijatuhkan secara langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
6.              Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh atasan yang berhak menghukum kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Disiplin.
7.              Penempatan dalam tempat khusus adalah salah satu jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah melakukan pelanggaran disiplin dengan menempatkan terhukum dalam tempat khusus.
8.              Sidang disiplin adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
9.              Atasan adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih tinggi dari pada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lain.
10.          Atasan langsung adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena jabatannya mempunyai wewenang langsung terhadap bawahan yang dipimpinnya.
11.          Atasan tidak langsung adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak mempunyai wewenang langsung terhadap bawahan.
12.          Bawahan adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang pangkat dan/atau jabatannya lebih rendah dari Atasan.
13.          Atasan yang berhak menghukum, selanjutnya disingkat Ankum, adalah atasan yang karena jabatannya diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada bawahan yang dipimpinnya.
14.          Atasan Ankum adalah atasan langsung dari Ankum.
15.          Provos adalah satuan fungsi pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
16.          Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

Pasal 2
(1)            Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi:
a.              Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
b.              mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tunduk pada hukum yang berlaku bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2)            Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang menjalani pidana penjara.

BAB II
KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN SANKSI

Pasal 3
Dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:
a.              setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara, dan Pemerintah;
b.              mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan serta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan kepentingan negara;
c.              menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d.              menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
e.              hormat-menghormati antar pemeluk agama;
f.                menjunjung tinggi hak asasi manusia;
g.              menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;
h.              melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan dan/atau merugikan negara/ pemerintah;
i.                bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat;
j.                berpakaian rapi dan pantas.

Pasal 4
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:
a.              memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
b.              memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat;
c.              menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia serta sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.              melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab;
e.              memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f.                menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
g.              bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
h.              membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;
i.                memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya;
j.                mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja;
k.              memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karier;
l.                menaati perintah kedinasan yang sah dari atasan yang berwenang;
m.            menaati ketentuan jam kerja;
n.              menggunakan dan memelihara barang milik dinas dengan sebaik-baiknya;
o.              menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.

Pasal 5
Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a.              melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.              melakukan kegiatan politik praktis;
c.              mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
d.              bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara;
e.              bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;
f.                memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
g.              bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan;
h.              menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;
i.                menjadi perantara/makelar perkara;
j.                menelantarkan keluarga.

Pasal 6
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a.              membocorkan rahasia operasi kepolisian;
b.              meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan;
c.              menghindarkan tanggung jawab dinas;
d.              menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi;
e.              menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukkan baginya;
f.                mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;
g.              menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit;
h.              mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak;
i.                menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi;
j.                berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani;
k.              memanipulasi perkara;
l.                membuat opini negatif tentang rekan sekerja, pimpinan, dan/atau kesatuan;
m.            mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi petugas dengan pangkat dan jabatannya dalam penerimaan calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
n.              mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materil perkara;
o.              melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan kewenangannya;
p.              melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi, atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
q.              menyalahgunakan wewenang;
r.               menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan;
s.              bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
t.               menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas;
u.              memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan, atau menghilangkan barang, dokumen, atau surat berharga milik dinas secara tidak sah;
v.               memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena tugasnya;
w.             melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
x.              memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 7
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.

Pasal 8
(1)            Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik.
(2)            Tindakan disiplin dalam ayat (1) tidak menghapus kewenangan Ankum untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin.

Pasal 9
Hukuman disiplin berupa:
a.              teguran tertulis;
b.              penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;
c.              penundaan kenaikan gaji berkala;
d.              penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun;
e.              mutasi yang bersifat demosi;
f.                pembebasan dari jabatan;
g.              penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

Pasal 10
(1)            Bilamana ada hal-hal yang memberatkan pelanggaran disiplin, penempatan dalam tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, dapat diperberat dengan tambahan maksimal 7 (tujuh) hari.
(2)            Hal-hal yang memberatkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila pelanggaran dilakukan pada saat:
a.              negara atau wilayah tempat bertugas dalam keadaan darurat,
b.              dalam operasi khusus kepolisian, atau
c.              dalam kondisi siaga.

Pasal 11
(1)            Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dijatuhkan secara kumulatif.
(2)            Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif.

Pasal 12
(1)            Penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapuskan tuntutan pidana.
(2)            Penjatuhan hukuman disiplin gugur karena pelanggar disiplin:
a.              meninggal dunia,
b.              sakit jiwa yang dinyatakan oleh dokter dan/atau badan penguji kesehatan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 13
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB III
PENYELESAIAN PELANGGARAN DISIPLIN

Pasal 14
(1)            Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2)            Penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam sidang disiplin.
(3)            Penentuan penyelesaian pelanggaran Peraturan Disiplin melalui sidang disiplin merupakan kewenangan Ankum.

Pasal 15
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan disiplin adalah:
a.              atasan langsung;
b.              atasan tidak langsung; dan
c.              anggota Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.

Pasal 16
(1)            Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin adalah:
a.              Ankum, dan/atau
b.              Atasan Ankum.
(2)            Atasan Ankum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, berwenang memeriksa dan memutus atas keberatan yang diajukan oleh terhukum.
(3)            Ankum di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara berjenjang adalah sebagai berikut:
a.              Ankum berwenang penuh,
b.              Ankum berwenang terbatas, dan
c.              Ankum berwenang sangat terbatas.
(1)            Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 17
(1)            Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, Ankum wajib memeriksa lebih dahulu anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu.
(2)            Pejabat yang berwenang memeriksa pelanggaran disiplin adalah:
a.              Ankum,
b.              Atasan langsung,
c.              Atasan tidak langsung,
d.              Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau
e.              Pejabat lain yang ditunjuk oleh Ankum.

Pasal 18
(1)            Apabila atas pertimbangan Ankum pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dijatuhi hukuman disiplin, maka pemeriksaan dilakukan melalui sidang disiplin.
(2)            Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara intern.

Pasal 19
Ankum berwenang memerintahkan Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.

Pasal 20
Ankum berwenang memerintahkan diselenggarakannya sidang disiplin terhadap anggotanya yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.

Pasal 21
Sebelum melaksanakan Sidang Disiplin, Ankum meminta pendapat dan saran hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia guna menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang disiplin.

Pasal 22
Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang:
a.              melakukan pemanggilan dan pemeriksaan;
b.              membantu pimpinan menyelenggarakan pembinaan dan penegakan disiplin, serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c.              menyelenggarakan sidang disiplin atas perintah Ankum;
d.              melaksanakan putusan Ankum.

Pasal 23
Ankum menyelenggarakan Sidang Disiplin paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima Daftar Pemeriksaan Pendahuluan Pelanggaran Disiplin dari satuan fungsi Provos.
Pasal 24
Dalam penjatuhan hukuman disiplin perlu dipertimbangkan:
a.              situasi dan kondisi ketika pelanggaran itu terjadi;
b.              pengulangan dan perilaku sehari-hari pelanggar disiplin;
c.              terwujudnya keadilan dan mampu menimbulkan efek jera, serta tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 25
Penyelesaian perkara pelanggaran disiplin dilaksanakan melalui tahapan:
a.              laporan atau pengaduan;
b.              pemeriksaan pendahuluan;
c.              pemeriksaan di depan sidang disiplin;
d.              penjatuhan hukuman disiplin;
e.              pelaksanaan hukuman;
f.                pencatatan dalam Data Personel Perseorangan.

Pasal 26
Sidang Disiplin dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada satuan kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 27
Satuan kerja yang berwenang melaksanakan sidang disiplin, susunan keanggotaan dan perangkat sidang disiplin diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 28
Apabila pelanggar disiplin tidak diketahui keberadaannya, setelah melalui prosedur pencarian menurut ketentuan dinas yang berlaku, maka dapat dilakukan sidang disiplin tanpa kehadiran pelanggar.

Pasal 29
(1)            Hukuman disiplin ditetapkan dengan Surat Keputusan Hukuman Disiplin dan disampaikan kepada terhukum.
(2)            Provos melaksanakan putusan sidang disiplin yang berupa penempatan dalam tempat khusus.
(3)            Ankum berkewajiban melaporkan hasil pelaksanaan sidang disiplin kepada atasan Ankum.
(4)            Surat Keputusan Hukuman Disiplin dicatat dalam Data Personel Perseorangan yang bersangkutan.

Pasal 30
(1)            Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan.
(2)            Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan tertulis kepada atasan Ankum melalui Ankum dengan mencantumkan alasan keberatan.
(3)            Tenggang waktu pengajuan keberatan paling lama 14 (empat belas) hari setelah terhukum menerima putusan hukuman disiplin.
(4)            Ankum wajib menerima pengajuan keberatan dari terhukum dan meneruskannya kepada atasan Ankum.

Pasal 31
(1)            Apabila keberatan terhukum ditolak seluruhnya, maka atasan Ankum menguatkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
(2)            Apabila keberatan terhukum diterima seluruhnya, maka atasan Ankum membatalkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
(3)            Apabila keberatan terhukum diterima sebagian, maka atasan Ankum mengubah putusan yang dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
(4)            Atasan Ankum berwenang menolak atau mengabulkan seluruh atau sebagian keberatan dengan memperhatikan pendapat dan saran dari satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(5)            Putusan atasan Ankum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan.
(6)            Surat Keputusan atasan Ankum terhadap pengajuan keberatan terhukum sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), dan (3), disampaikan kepada pemohon keberatan.
(7)            Putusan atasan Ankum atas keberatan terhukum, merupakan keputusan akhir.

Pasal 32
(1)            Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 berlaku:
a.              apabila dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhukum tidak mengajukan keberatan, maka putusan yang dijatuhkan Ankum berlaku pada hari ke-15 (kelima belas);
b.              apabila ada keberatan dari terhukum, maka putusan hukuman mulai berlaku sejak tanggal putusan atas keberatan itu diputuskan.
(2)            Dalam hal terhukum tidak hadir dalam sidang disiplin dan/atau setelah dilakukan pencarian terhadap terhukum untuk menyampaikan hasil putusan hukuman disiplin tidak ditemukan, maka putusan hukuman disiplin tersebut berlaku sejak hari ke-30 (ketiga puluh) terhitung mulai tanggal keputusan itu diputuskan.

BAB IV
PELAKSANAAN PENEMPATAN DALAM TEMPAT KHUSUS

Pasal 33
(1)            Penempatan dalam tempat khusus ditentukan oleh Ankum.
(2)            Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditempatkan dalam tempat khusus dilarang meninggalkan tempat khusus tersebut kecuali atas izin Ankum.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34
Hal lain yang bersifat sangat teknis dan belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 35
Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan tetap berlaku.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Januari 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Januari 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 2

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2003
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I.               UMUM
Suatu organisasi selalu mempunyai aturan intern dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme, budaya organisasi maupun kebersamaan, kehormatan dan kredibilitas organisasi tersebut serta untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan tanggung jawab institusi tersebut.
Organisasi yang baik bukanlah segerombolan orang yang berkumpul dan bebas bertindak semaunya, organisasi harus punya aturan tata tertib perilaku bekerja, bertindak, maupun bergaul antar anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bergaul dengan masyarakat lingkungan organisasi tersebut. Namun juga ikatan aturan tersebut janganlah memasung inovasi dan kreatifitas anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lalu membuat organisasi tersebut statis tidak berkembang.
Organisasi yang baik dan kuat adalah organisasi yang punya aturan tata tertib intern yang baik dan kuat pula. Aturan tersebut dapat berbentuk peraturan disiplin, kode etik, maupun kode jabatan. Peraturan ini adalah tentang disiplin, namun disadari bahwa sulit memisahkan secara tegas antara berbagai aturan intern tesebut, selalu ada warna abu-abu, selalu ada sisi terang dan sisi gelap, akan selalu ada tumpang tindih antara berbagai aturan, namun harus diminimalkan hal-hal yang tumpang tindih tersebut.
Disiplin adalah kehormatan, kehormatan sangat erat kaitannya dengan kredibilitas dan komitmen, disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kehormatan sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menunjukkan kredibilitas dan komitmen sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, karenanya pembuatan peraturan disiplin bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kredibilitas dan komitmen yang teguh. Dalam hal ini kredibilitas dan komitmen anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai pejabat negara yang diberi tugas dan kewenangan selaku pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, penegak hukum dan pemelihara keamanan.
Komitmen berbeda dengan loyalitas, loyalitas cendrung mengarah ke loyalitas mutlak dan berujung pada kecendrungan penguasa/pimpinan untuk menyalahgunakan loyalitas tersebut (abuse of power). Oleh karena itu pelaksanaan disiplin itu harus didasarkan pada persetujuan/kesadaran daripada rasa takut, dan didasarkan kepada komitmen daripada loyalitas.
Dewasa ini tidak ada batas yang jelas antara kehidupan pribadi dan kehidupan di pekerjaan, apalagi tuntutan masyarakat akan peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada semua kegiatan masyarakat, sangat besar dan tidak mengenal waktu. Kegiatan Polisi, khususnya karena hal itu merupakan identitas dua puluh empat jam terus menerus. Seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang tidak bertugas, tetap dianggap sebagai sosok polisi yang selalu siap memberikan perlindungan kepada masyarakat. Karena itu peraturan ini juga mengatur tata kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku pribadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Perubahan situasi ketatanegaraan yang menyebabkan peraturan disiplin yang dipergunakan selama ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan, maka
dirasa perlu untuk menyusun Peraturan Disiplin bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tetap menekankan akan pentingnya pemajuan dan penghormatan akan hak asasi manusia.
Untuk membina anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam suasana kerja yang penuh dengan konflik, ketegangan dan ketidakpastian, serta membina pula karakter dan kultur baru sesuai tuntutan reformasi, antara lain diperlukan adanya Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar.
Dalam Peraturan pemerintah ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin.
Selain dari pada itu dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan hukuman disiplin, serta tata cara pengajuan keberatan apabila Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin itu merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya.
Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap Ankum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan.
Karena itu dalam setiap penjatuhan tindakan atau hukuman disiplin, hendaknya para Ankum harus pula mempertimbangkan suasana lingkungan dan suasana
emosional anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar disiplin, dan mempertimbangkan pula penggunaan kewenangan yang berlebihan dan tidak proporsional, yang punya dampak merusak kredibilitas Kepolisian Negara Republik Indonesia pada umumnya.
Meskipun telah disusun peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia ini dengan sebaik mungkin, namun keberhasilan penerapannya akan ditentukan oleh komitmen seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, terhadap pembentukan disiplinnya dengan titik berat pada keberhasilan pelaksanaan tugas sesuai amanat dan harapan warga masyarakat.

II.             PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud “mereka” ialah siswa pada Lembaga Pendidikan dan Latihan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
yang dimaksud dengan peraturan kedinasan yang berlaku ialah berbagai bentuk keputusan, instruksi, surat keputusan, petunjuk, peraturan, dan surat telegram, misalnya: peraturan penghormatan, peraturan baris berbaris, peraturan urusan dalam, tata upacara, peraturan seragam dinas.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Huruf a
Hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh Ankum kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Hukuman disiplin yang berupa penundaan gaji berkala, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya.
Huruf d
Penundaan kenaikan pangkat dalam arti ditunda usul kenaikan pangkatnya atau ditunda pelantikan pangkatnya.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “mutasi yang bersifat demosi” ialah mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan.
Huruf f
Pembebasan dari jabatan dalam arti pembebasan dari jabatan struktural. Pembebasan dari jabatan berarti pula pencabutan segala wewenang yang melekat pada jabatan itu. Selama pembebasan dari jabatan, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bersangkutan menerima penghasilan penuh, kecuali tunjangan jabatan.
Huruf g
“tempat khusus” yang dimaksud adalah dapat berupa markas, rumah kediaman, ruangan tertentu, kapal, atau tempat yang ditunjuk oleh Ankum.

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “secara kumulatif” ialah dapat diberikan lebih dari satu tindakan disiplin terhadap satu pelanggaran disiplin.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara alternatif” ialah penjatuhan hukuman disiplin hanya dapat dikenakan satu jenis hukuman.

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Pelanggar disiplin dapat diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan pengulangan pelanggaran dalam waktu penugasan pada kesatuan yang sama.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
“Kewenangan Ankum” mengandung arti Ankum mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan

Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Anggota Provos dalam hal menjatuhkan tindakan disiplin harus disesuaikan dengan hierarki kepangkatan dan jabatan yang berlaku di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pemeriksaan Provos adalah mempunyai kualifikasi sebagai penyidik.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pejabat lain” ialah perwira yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran disiplin yang bersifat sementara.

Pasal 18
Ayat (1)
Penjatuhan tindakan disiplin dengan terlebih dahulu menanyakan alasan penyebabnya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 19
Hasil pemeriksaan berbentuk berkas perkara disiplin.

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Paling lambat 30 (tiga puluh) hari dengan pertimbangan adanya kesulitan transportasi dan/atau komunikasi.

Pasal 24
Huruf a
Yang dimaksud dengan “situasi dan kondisi” ialah suasana pada saat pelanggaran tersebut dilakukan, misalnya pada waktu bertugas mengendalikan unjuk rasa yang cenderung anarkis dan/atau masa yang memprovokasi tindakan kekerasan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Apabila jangka waktu 14 (empat belas) hari itu anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bersangkutan tidak mengajukan keberatan, maka hal itu berarti ia menerima putusan hukuman disiplin itu, oleh sebab itu hukuman disiplin tersebut harus dijalankan mulai hari ke 15 (lima belas).
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “atas izin Ankum” antara lain melaksanakan kegiatan keagamaan, melaksanakan kewajiban sosial yang sangat mendesak.

Pasal 34
Yang dimaksud dengan “yang bersifat sangat teknis” adalah ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tata kehidupan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, antara lain: Peraturan Penghormatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tata Upacara Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Urusan Dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4256

Sumber :  hukum.unsrat.ac.id

Monday 12 January 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2009
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
MENJADI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.           bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis keuangan secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan;
b.           bahwa dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan belum mengatur bahwa ancaman krisis yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas keuangan sebagai salah satu kriteria untuk merubah nilai simpanan yang dijamin;
c.            bahwa krisis keuangan secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan yang dapat berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan telah menunjukkan suatu keadaan kegentingan yang memaksa, sehingga Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan;
d.           bahwa penambahan kriteria ancaman krisis yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas keuangan untuk merubah nilai simpanan yang dijamin dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan;
e.           bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang;

Mengingat :
1.            Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.            Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
3.            Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

Pasal 1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4902) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 13 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

  
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 8


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2009
TENTANG
UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG
LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN MENJADI UNDANG-UNDANG

I. UMUM
Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas perbankan. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa perbankan.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang selama ini dilakukan melalui program penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan telah secara nyata dapat memelihara kepercayaan masyarakat pada industri perbankan pasca krisis 1998. Namun, dengan adanya krisis keuangan global saat ini perlu dilakukan antisipasi agar tidak terjadi penarikan dana perbankan secara besar-besaran akibat menurunnya kepercayaan masyarakat atas jaminan keamanan uang yang disimpannya.
Salah satu upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat atas jaminan keamanan uang yang disimpannya adalah dengan menambahkan ancaman krisis yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas keuangan sebagai salah satu kriteria untuk merubah nilai simpanan yang dijamin sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan oleh Presiden berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan yang memaksa merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dalam menghadapi ancaman krisis keuangan global, sehingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4963


LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 7 TAHUN 2009
TANGGAL : 13 JANUARI 2009

PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004
TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.           bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis keuangan secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan;
b.           bahwa dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengatur mengenai kriteria perubahan nilai simpanan yang dijamin;
c.            bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan;

Mengingat :
1.            Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.            Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
3.            Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN.

Pasal I
Ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11
(1)          Nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2)          Nilai Simpanan yang dijamin dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
a.           terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan;
b.           terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun;
c.            jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari 90% (sembilan puluh per seratus) dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank; atau
d.           terjadi ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas sistem keuangan.
(3)          Dalam hal situasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf d sudah teratasi, besaran nilai Simpanan yang dijamin dapat disesuaikan kembali.
(4)          Perubahan besaran nilai Simpanan yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan selanjutnya dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(5)          Penyesuaian besaran nilai Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6)          Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah penyimpan pada satu bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan.

Pasal II
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengudangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
    
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Oktober 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Oktober 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 143


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG
LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

I. UMUM
Penjaminan simpanan nasabah bank yang selama ini dilakukan melalui program penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan telah secara nyata dapat memelihara kepercayaan masyarakat pada industri perbankan pasca krisis 1998. Namun, dengan adanya krisis keuangan global saat ini perlu dilakukan antisipasi agar tidak terjadi penarikan dana perbankan secara besar-besaran akibat menurunnya kepercayaan masyarakat atas jaminan keamanan uang yang disimpannya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan yang memaksa perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini diatur mengenai tambahan kriteria perubahan besaran nilai simpanan yang dijamin untuk mengantisipasi dampak dari krisis keuangan global.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Pasal 11
Ayat (1)
Nilai yang dijamin diharapkan dapat melindungi seluruh simpanan yang dimiliki oleh nasabah kecil yang merupakan sebagian besar nasabah bank di Indonesia.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas sistem keuangan” antara lain ditandai dengan adanya beberapa bank dan/atau lembaga keuangan bukan bank mengalami kesulitan likuiditas, atau terjadi gejolak yang dapat berdampak negatif kepada stabilitas sistem keuangan nasional.
Ayat (3)
Penyesuaian kembali nilai simpanan yang dijamin dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat keseimbangan baru yang terjadi yang memenuhi tujuan penjaminan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Ketentuan lebih lanjut yang diatur dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan antara lain adalah nilai simpanan dan perhitungan bunganya, serta hak dan kapasitas nasabah.

Pasal II
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4902


luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com