PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2003
NOMOR 2 TAHUN 2003
TENTANG
PERATURAN
DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27
ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Disiplin
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN
DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.
Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang
sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
3.
Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin
dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
4.
Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah ucapan,
tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
melanggar peraturan disiplin.
5.
Tindakan disiplin adalah serangkaian teguran lisan
dan/atau tindakan fisik yang bersifat membina, yang dijatuhkan secara langsung
kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
6.
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh
atasan yang berhak menghukum kepada anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia melalui Sidang Disiplin.
7.
Penempatan dalam tempat khusus adalah salah satu
jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang telah melakukan pelanggaran disiplin dengan menempatkan
terhukum dalam tempat khusus.
8.
Sidang disiplin adalah sidang untuk memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
9.
Atasan adalah setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih
tinggi dari pada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lain.
10.
Atasan langsung adalah anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang karena jabatannya mempunyai wewenang langsung terhadap
bawahan yang dipimpinnya.
11.
Atasan tidak langsung adalah setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak mempunyai wewenang langsung
terhadap bawahan.
12.
Bawahan adalah setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang pangkat dan/atau jabatannya lebih rendah dari Atasan.
13.
Atasan yang berhak menghukum, selanjutnya disingkat
Ankum, adalah atasan yang karena jabatannya diberi kewenangan menjatuhkan
hukuman disiplin kepada bawahan yang dipimpinnya.
14.
Atasan Ankum adalah atasan langsung dari Ankum.
15.
Provos adalah satuan fungsi pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan
disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
16.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.
Pasal
2
(1)
Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi:
a.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
b.
mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan tunduk pada hukum yang berlaku bagi anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
(2)
Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang menjalani pidana penjara.
BAB
II
KEWAJIBAN,
LARANGAN, DAN SANKSI
Pasal
3
Dalam rangka kehidupan bernegara dan
bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:
a.
setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara, dan Pemerintah;
b.
mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi atau golongan serta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan
kepentingan negara;
c.
menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara,
Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d.
menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan
dengan sebaik-baiknya;
e.
hormat-menghormati antar pemeluk agama;
f.
menjunjung tinggi hak asasi manusia;
g.
menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku,
baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;
h.
melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada
hal yang dapat membahayakan dan/atau merugikan negara/ pemerintah;
i.
bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap
masyarakat;
j.
berpakaian rapi dan pantas.
Pasal
4
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia wajib:
a.
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
b.
memperhatikan dan menyelesaikan dengan
sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat;
c.
menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia serta sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d.
melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh
kesadaran dan rasa tanggung jawab;
e.
memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan,
persatuan, dan kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f.
menaati segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku;
g.
bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan
bijaksana terhadap bawahannya;
h.
membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;
i.
memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap
bawahannya;
j.
mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan
prestasi kerja;
k.
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan karier;
l.
menaati perintah kedinasan yang sah dari atasan
yang berwenang;
m.
menaati ketentuan jam kerja;
n.
menggunakan dan memelihara barang milik dinas
dengan sebaik-baiknya;
o.
menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.
Pasal
5
Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara
dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a.
melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan
dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.
melakukan kegiatan politik praktis;
c.
mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan
atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
d.
bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar
lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan
negara;
e.
bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau
golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi
Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;
f.
memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan
usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
g.
bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian,
prostitusi, dan tempat hiburan;
h.
menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung
orang yang punya utang;
i.
menjadi perantara/makelar perkara;
j.
menelantarkan keluarga.
Pasal
6
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dilarang:
a.
membocorkan rahasia operasi kepolisian;
b.
meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan;
c.
menghindarkan tanggung jawab dinas;
d.
menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan
pribadi;
e.
menguasai barang milik dinas yang bukan
diperuntukkan baginya;
f.
mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;
g.
menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit;
h.
mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak;
i.
menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi;
j.
berpihak dalam perkara pidana yang sedang
ditangani;
k.
memanipulasi perkara;
l.
membuat opini negatif tentang rekan sekerja,
pimpinan, dan/atau kesatuan;
m.
mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi
petugas dengan pangkat dan jabatannya dalam penerimaan calon anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
n.
mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan
pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materil perkara;
o.
melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan
kewenangannya;
p.
melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan,
menghalangi, atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
q.
menyalahgunakan wewenang;
r.
menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan;
s.
bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
t.
menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga
milik dinas;
u.
memiliki, menjual, membeli, menggadaikan,
menyewakan, meminjamkan, atau menghilangkan barang, dokumen, atau surat
berharga milik dinas secara tidak sah;
v.
memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan
atau martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena tugasnya;
w.
melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun
untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
x.
memakai perhiasan secara berlebihan pada saat
berpakaian dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal
7
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau
hukuman disiplin.
Pasal
8
(1)
Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau
tindakan fisik.
(2)
Tindakan disiplin dalam ayat (1) tidak menghapus
kewenangan Ankum untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin.
Pasal
9
Hukuman disiplin berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu)
tahun;
c.
penundaan kenaikan gaji berkala;
d.
penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1
(satu) tahun;
e.
mutasi yang bersifat demosi;
f.
pembebasan dari jabatan;
g.
penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua
puluh satu) hari.
Pasal
10
(1)
Bilamana ada hal-hal yang memberatkan pelanggaran
disiplin, penempatan dalam tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf g, dapat diperberat dengan tambahan maksimal 7 (tujuh) hari.
(2)
Hal-hal yang memberatkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila pelanggaran dilakukan pada saat:
a.
negara atau wilayah tempat bertugas dalam keadaan
darurat,
b.
dalam operasi khusus kepolisian, atau
c.
dalam kondisi siaga.
Pasal
11
(1)
Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 dapat dijatuhkan secara kumulatif.
(2)
Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif.
Pasal
12
(1)
Penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapuskan tuntutan
pidana.
(2)
Penjatuhan hukuman disiplin gugur karena pelanggar
disiplin:
a.
meninggal dunia,
b.
sakit jiwa yang dinyatakan oleh dokter dan/atau
badan penguji kesehatan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal
13
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak
patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari
dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB
III
PENYELESAIAN
PELANGGARAN DISIPLIN
Pasal
14
(1)
Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika
dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2)
Penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam sidang
disiplin.
(3)
Penentuan penyelesaian pelanggaran Peraturan
Disiplin melalui sidang disiplin merupakan kewenangan Ankum.
Pasal
15
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan
disiplin adalah:
a.
atasan langsung;
b.
atasan tidak langsung; dan
c.
anggota Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.
Pasal
16
(1)
Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin
adalah:
a.
Ankum, dan/atau
b.
Atasan Ankum.
(2)
Atasan Ankum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, berwenang memeriksa dan memutus atas keberatan yang diajukan oleh
terhukum.
(3)
Ankum di lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara berjenjang adalah sebagai berikut:
a.
Ankum berwenang penuh,
b.
Ankum berwenang terbatas, dan
c.
Ankum berwenang sangat terbatas.
(1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal
17
(1)
Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, Ankum wajib
memeriksa lebih dahulu anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
disangka melakukan pelanggaran disiplin itu.
(2)
Pejabat yang berwenang memeriksa pelanggaran
disiplin adalah:
a.
Ankum,
b.
Atasan langsung,
c.
Atasan tidak langsung,
d.
Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau
e.
Pejabat lain yang ditunjuk oleh Ankum.
Pasal
18
(1)
Apabila atas pertimbangan Ankum pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
dijatuhi hukuman disiplin, maka pemeriksaan dilakukan melalui sidang disiplin.
(2)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara intern.
Pasal
19
Ankum berwenang memerintahkan Provos
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin.
Pasal
20
Ankum berwenang memerintahkan
diselenggarakannya sidang disiplin terhadap anggotanya yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin.
Pasal
21
Sebelum melaksanakan Sidang Disiplin, Ankum
meminta pendapat dan saran hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian
Negara Republik Indonesia guna menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang
disiplin.
Pasal
22
Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia
berwenang:
a.
melakukan pemanggilan dan pemeriksaan;
b.
membantu pimpinan menyelenggarakan pembinaan dan
penegakan disiplin, serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
c.
menyelenggarakan sidang disiplin atas perintah
Ankum;
d.
melaksanakan putusan Ankum.
Pasal
23
Ankum menyelenggarakan Sidang Disiplin paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima Daftar Pemeriksaan Pendahuluan
Pelanggaran Disiplin dari satuan fungsi Provos.
Pasal
24
Dalam penjatuhan hukuman disiplin perlu
dipertimbangkan:
a.
situasi dan kondisi ketika pelanggaran itu terjadi;
b.
pengulangan dan perilaku sehari-hari pelanggar
disiplin;
c.
terwujudnya keadilan dan mampu menimbulkan efek
jera, serta tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pasal
25
Penyelesaian perkara pelanggaran disiplin
dilaksanakan melalui tahapan:
a.
laporan atau pengaduan;
b.
pemeriksaan pendahuluan;
c.
pemeriksaan di depan sidang disiplin;
d.
penjatuhan hukuman disiplin;
e.
pelaksanaan hukuman;
f.
pencatatan dalam Data Personel Perseorangan.
Pasal
26
Sidang Disiplin dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan pada satuan kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal
27
Satuan kerja yang berwenang melaksanakan
sidang disiplin, susunan keanggotaan dan perangkat sidang disiplin diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal
28
Apabila pelanggar disiplin tidak diketahui
keberadaannya, setelah melalui prosedur pencarian menurut ketentuan dinas yang
berlaku, maka dapat dilakukan sidang disiplin tanpa kehadiran pelanggar.
Pasal
29
(1)
Hukuman disiplin ditetapkan dengan Surat Keputusan
Hukuman Disiplin dan disampaikan kepada terhukum.
(2)
Provos melaksanakan putusan sidang disiplin yang
berupa penempatan dalam tempat khusus.
(3)
Ankum berkewajiban melaporkan hasil pelaksanaan
sidang disiplin kepada atasan Ankum.
(4)
Surat Keputusan Hukuman Disiplin dicatat dalam Data
Personel Perseorangan yang bersangkutan.
Pasal
30
(1)
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan.
(2)
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan tertulis kepada atasan Ankum melalui Ankum dengan mencantumkan alasan
keberatan.
(3)
Tenggang waktu pengajuan keberatan paling lama 14
(empat belas) hari setelah terhukum menerima putusan hukuman disiplin.
(4)
Ankum wajib menerima pengajuan keberatan dari
terhukum dan meneruskannya kepada atasan Ankum.
Pasal
31
(1)
Apabila keberatan terhukum ditolak seluruhnya, maka
atasan Ankum menguatkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan
hukuman disiplin.
(2)
Apabila keberatan terhukum diterima seluruhnya,
maka atasan Ankum membatalkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang
menjatuhkan hukuman disiplin.
(3)
Apabila keberatan terhukum diterima sebagian, maka
atasan Ankum mengubah putusan yang dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman
disiplin.
(4)
Atasan Ankum berwenang menolak atau mengabulkan
seluruh atau sebagian keberatan dengan memperhatikan pendapat dan saran dari
satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(5)
Putusan atasan Ankum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan
keberatan.
(6)
Surat Keputusan atasan Ankum terhadap pengajuan
keberatan terhukum sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), dan (3), disampaikan
kepada pemohon keberatan.
(7)
Putusan atasan Ankum atas keberatan terhukum,
merupakan keputusan akhir.
Pasal
32
(1)
Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
berlaku:
a.
apabila dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
terhukum tidak mengajukan keberatan, maka putusan yang dijatuhkan Ankum berlaku
pada hari ke-15 (kelima belas);
b.
apabila ada keberatan dari terhukum, maka putusan
hukuman mulai berlaku sejak tanggal putusan atas keberatan itu diputuskan.
(2)
Dalam hal terhukum tidak hadir dalam sidang
disiplin dan/atau setelah dilakukan pencarian terhadap terhukum untuk
menyampaikan hasil putusan hukuman disiplin tidak ditemukan, maka putusan
hukuman disiplin tersebut berlaku sejak hari ke-30 (ketiga puluh) terhitung
mulai tanggal keputusan itu diputuskan.
BAB
IV
PELAKSANAAN
PENEMPATAN DALAM TEMPAT KHUSUS
Pasal
33
(1)
Penempatan dalam tempat khusus ditentukan oleh
Ankum.
(2)
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
ditempatkan dalam tempat khusus dilarang meninggalkan tempat khusus tersebut
kecuali atas izin Ankum.
BAB
V
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
34
Hal lain yang bersifat sangat teknis dan belum
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Kapolri.
Pasal
35
Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan tetap berlaku.
BAB
VI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 1 Januari 2003
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 1 Januari 2003
SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG
KESOWO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 2
PENJELASAN
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
2 TAHUN 2003
TENTANG
PERATURAN
DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
I.
UMUM
Suatu organisasi
selalu mempunyai aturan intern dalam rangka meningkatkan kinerja,
profesionalisme, budaya organisasi maupun kebersamaan, kehormatan dan
kredibilitas organisasi tersebut serta untuk menjamin terpeliharanya tata
tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan
tanggung jawab institusi tersebut.
Organisasi yang baik
bukanlah segerombolan orang yang berkumpul dan bebas bertindak semaunya, organisasi
harus punya aturan tata tertib perilaku bekerja, bertindak, maupun bergaul
antar anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bergaul dengan
masyarakat lingkungan organisasi tersebut. Namun juga ikatan aturan tersebut
janganlah memasung inovasi dan kreatifitas anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang lalu membuat organisasi tersebut statis tidak berkembang.
Organisasi yang baik
dan kuat adalah organisasi yang punya aturan tata tertib intern yang baik dan
kuat pula. Aturan tersebut dapat berbentuk peraturan disiplin, kode etik,
maupun kode jabatan. Peraturan ini adalah tentang disiplin, namun disadari
bahwa sulit memisahkan secara tegas antara berbagai aturan intern tesebut,
selalu ada warna abu-abu, selalu ada sisi terang dan sisi gelap, akan selalu
ada tumpang tindih antara berbagai aturan, namun harus diminimalkan hal-hal
yang tumpang tindih tersebut.
Disiplin adalah
kehormatan, kehormatan sangat erat kaitannya dengan kredibilitas dan komitmen,
disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kehormatan sebagai
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menunjukkan kredibilitas dan
komitmen sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, karenanya
pembuatan peraturan disiplin bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara
kredibilitas dan komitmen yang teguh. Dalam hal ini kredibilitas dan komitmen
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai pejabat negara yang
diberi tugas dan kewenangan selaku pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,
penegak hukum dan pemelihara keamanan.
Komitmen berbeda
dengan loyalitas, loyalitas cendrung mengarah ke loyalitas mutlak dan berujung
pada kecendrungan penguasa/pimpinan untuk menyalahgunakan loyalitas tersebut
(abuse of power). Oleh karena itu pelaksanaan disiplin itu harus didasarkan
pada persetujuan/kesadaran daripada rasa takut, dan didasarkan kepada komitmen
daripada loyalitas.
Dewasa ini tidak ada
batas yang jelas antara kehidupan pribadi dan kehidupan di pekerjaan, apalagi
tuntutan masyarakat akan peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada
semua kegiatan masyarakat, sangat besar dan tidak mengenal waktu. Kegiatan
Polisi, khususnya karena hal itu merupakan identitas dua puluh empat jam terus
menerus. Seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang tidak
bertugas, tetap dianggap sebagai sosok polisi yang selalu siap memberikan
perlindungan kepada masyarakat. Karena itu peraturan ini juga mengatur tata
kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku pribadi dalam
kehidupan bermasyarakat.
Perubahan situasi
ketatanegaraan yang menyebabkan peraturan disiplin yang dipergunakan selama ini
tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan, maka
dirasa perlu untuk
menyusun Peraturan Disiplin bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan tetap menekankan akan pentingnya pemajuan dan penghormatan akan hak
asasi manusia.
Untuk membina
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam suasana kerja yang penuh
dengan konflik, ketegangan dan ketidakpastian, serta membina pula karakter dan
kultur baru sesuai tuntutan reformasi, antara lain diperlukan adanya Peraturan
Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila
kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar.
Dalam Peraturan
pemerintah ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan
yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin.
Selain dari pada itu
dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula tata cara pemeriksaan, tata cara
penjatuhan hukuman disiplin, serta tata cara pengajuan keberatan apabila
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin itu
merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya.
Tujuan hukuman
disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap
Ankum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Hukuman disiplin
yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan,
sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan.
Karena itu dalam
setiap penjatuhan tindakan atau hukuman disiplin, hendaknya para Ankum harus
pula mempertimbangkan suasana lingkungan dan suasana
emosional anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar disiplin, dan
mempertimbangkan pula penggunaan kewenangan yang berlebihan dan tidak
proporsional, yang punya dampak merusak kredibilitas Kepolisian Negara Republik
Indonesia pada umumnya.
Meskipun telah
disusun peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia ini
dengan sebaik mungkin, namun keberhasilan penerapannya akan ditentukan oleh
komitmen seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, terhadap
pembentukan disiplinnya dengan titik berat pada keberhasilan pelaksanaan tugas
sesuai amanat dan harapan warga masyarakat.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas
Pasal
2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud
“mereka” ialah siswa pada Lembaga Pendidikan dan Latihan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal
3
Cukup jelas.
Pasal
4
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
yang dimaksud dengan
peraturan kedinasan yang berlaku ialah berbagai bentuk keputusan, instruksi,
surat keputusan, petunjuk, peraturan, dan surat telegram, misalnya: peraturan
penghormatan, peraturan baris berbaris, peraturan urusan dalam, tata upacara,
peraturan seragam dinas.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Pasal
5
Cukup jelas
Pasal
6
Cukup jelas
Pasal
7
Cukup jelas
Pasal
8
Cukup jelas
Pasal
9
Huruf a
Hukuman disiplin
yang berupa teguran tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh
Ankum kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran
disiplin.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Hukuman disiplin
yang berupa penundaan gaji berkala, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Masa penundaan kenaikan gaji
berkala tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya.
Huruf d
Penundaan kenaikan
pangkat dalam arti ditunda usul kenaikan pangkatnya atau ditunda pelantikan
pangkatnya.
Huruf e
Yang dimaksud dengan
“mutasi yang bersifat demosi” ialah mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan.
Huruf f
Pembebasan dari
jabatan dalam arti pembebasan dari jabatan struktural. Pembebasan dari jabatan
berarti pula pencabutan segala wewenang yang melekat pada jabatan itu. Selama
pembebasan dari jabatan, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh, kecuali tunjangan jabatan.
Huruf g
“tempat khusus” yang
dimaksud adalah dapat berupa markas, rumah kediaman, ruangan tertentu, kapal,
atau tempat yang ditunjuk oleh Ankum.
Pasal
10
Cukup jelas
Pasal
11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“secara kumulatif” ialah dapat diberikan lebih dari satu tindakan disiplin
terhadap satu pelanggaran disiplin.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
“secara alternatif” ialah penjatuhan hukuman disiplin hanya dapat dikenakan
satu jenis hukuman.
Pasal
12
Cukup jelas
Pasal
13
Pelanggar disiplin dapat diberhentikan tidak
dengan hormat apabila melakukan pengulangan pelanggaran dalam waktu penugasan
pada kesatuan yang sama.
Pasal
14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
“Kewenangan Ankum”
mengandung arti Ankum mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan
Pasal
15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Anggota Provos dalam
hal menjatuhkan tindakan disiplin harus disesuaikan dengan hierarki kepangkatan
dan jabatan yang berlaku di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal
16
Cukup jelas.
Pasal
17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pemeriksaan Provos
adalah mempunyai kualifikasi sebagai penyidik.
Huruf e
Yang dimaksud dengan
“pejabat lain” ialah perwira yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan
pelanggaran disiplin yang bersifat sementara.
Pasal
18
Ayat (1)
Penjatuhan tindakan
disiplin dengan terlebih dahulu menanyakan alasan penyebabnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
19
Hasil pemeriksaan berbentuk berkas perkara
disiplin.
Pasal
20
Cukup jelas
Pasal
21
Cukup jelas
Pasal
22
Cukup jelas
Pasal
23
Paling lambat 30 (tiga puluh) hari dengan
pertimbangan adanya kesulitan transportasi dan/atau komunikasi.
Pasal
24
Huruf a
Yang dimaksud dengan
“situasi dan kondisi” ialah suasana pada saat pelanggaran tersebut dilakukan,
misalnya pada waktu bertugas mengendalikan unjuk rasa yang cenderung anarkis
dan/atau masa yang memprovokasi tindakan kekerasan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal
25
Cukup jelas
Pasal
26
Cukup jelas
Pasal
27
Cukup jelas
Pasal
28
Cukup jelas
Pasal
29
Cukup jelas
Pasal
30
Cukup jelas
Pasal
31
Cukup jelas
Pasal
32
Ayat (1)
Huruf a
Apabila jangka waktu
14 (empat belas) hari itu anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
bersangkutan tidak mengajukan keberatan, maka hal itu berarti ia menerima
putusan hukuman disiplin itu, oleh sebab itu hukuman disiplin tersebut harus
dijalankan mulai hari ke 15 (lima belas).
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
“atas izin Ankum” antara lain melaksanakan kegiatan keagamaan, melaksanakan
kewajiban sosial yang sangat mendesak.
Pasal
34
Yang dimaksud dengan “yang bersifat sangat
teknis” adalah ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tata kehidupan
disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, antara lain: Peraturan
Penghormatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tata Upacara
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Urusan Dalam Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Pasal
35
Cukup jelas
Pasal
36
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4256
Sumber : hukum.unsrat.ac.id